Tema PLTU pembicaraan itu mendapatkan skor 42%.
Foto: Polusi udara Jakarta akibat kemacetan, Institute for Development of Economics and Finance menyatakan mayoritas warganet meyakini bahwa PLTU batu bara menjadi penyebab utama polusi udara di Jakarta. Hal ini terungkap lewat pemantauan dan analisis yang dilakukan Continuum INDEF di media sosial Twitter.
"Menurut publik sektor yang menyumbang adalah energi," kata Data Analyst Continuum INDEF Maisie Sagita dalam diskusi publik di kanal Youtube INDEF, Selasa . INDEF melakukan pemantauan tren pembicaraan di Twitter pada 31 Juli hingga 20 Agustus 2023. Hasil pemantauan itu menemukan bahwa terdapat 44.268 kali cuitan mengenai polusi udara Jakarta dan dilakukan oleh 34.590 akun.
Norge Siste Nytt, Norge Overskrifter
Similar News:Du kan også lese nyheter som ligner på denne som vi har samlet inn fra andre nyhetskilder.
Terungkap Biang Kerok Polusi Udara, Setrum 'Kotor' MerajalelaAlih-alih Pensiunkan PLTU, Tren Kapasitas PLTU Batu Bara Tahun 2022 Justru Paling Besar.
Les mer »
42,3 Persen Netizen Yakin Polusi Udara Jakarta Gara-Gara PLTU Batu Bara, Benarkah?42,3 persen masyarakat di media sosial menganggap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sebagai kontributor utama polusi udara di Jakarta.
Les mer »
Netizen Maha Tahu, Ini 5 Penyebab Polusi JakartaWarganet ternyata menuding keberadaan PLTU batu bara menjadi penyebab utama polusi yang terjadi di Jakarta.
Les mer »
Bukan PLTU, Ternyata Ini Biang Kerok Polusi Udara di JakartaSejumlah pihak menuding PLTU berbasis batu bara sebagai penyebab buruknya kualitas udara di kota Jakarta.
Les mer »
Ini Daftar PLTU yang Diduga Berkontribusi Memperburuk Polusi JabodetabekPENGKAMPANYE Isu Polusi dan Perkotaan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Abdul Gofar membeberkan beberapa daftar nama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
Les mer »
Polusi Memburuk, PLN Berupaya Tekan Emisi PLTUPLTU PLN IP dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan yakni electrostatic precipitator (ESP) dan continous emission monitoring system (CEMS).
Les mer »